Minggu, 30 November 2014

Hukum Bayi Tabung/Inseminasi Buatan Menurut Islam

“Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain)”. (HR. Abu Daud)
HUKUM BAYI TABUNG/INSEMINASI
 BUATAN MENURUT ISLAM
PENULIS : Wilta Aulia Rahmat
Assalammualaikum, wr, wb..
       Zaman semakin modern, apapun bisa dilakukan pada zaman sekarang, salah satunya adalah inseminasi buatan atau lebih dikenal dengan bayi tabung, bagi pasangan suami istri yang tidak bisa mempunyai anak secara alami. Memang dalam melakukan suatu hal ada kaidah-kaidah tertentu yang harus dipertimbangkan, terutama bagi manusia yang taat beragama, sebab tiap-tiap agama ada batasan-batasan tertentu untuk melakukan sesuatu hal, maka dari itu marilah kita melihat hukum bayi tabung/inseminasi buatan menurut agama, khususnya agama Islam.
          
          Pada bab fiqh kali ini Kang Mass akan membahas sedikit hukum bayi tabung/inseminasi buatan menurut Islam berdasarkan Al Quran dan Hadits
bayi+tabung
Bayi tabung/inseminasi buatan apabila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya kedalam rahim wanita lain termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi suami berpoligami), maka Islam membenarkan, baik dengan cara mengambil sperma suami, kemudian disuntikkan kedalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan diluar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam didalam rahim istri, asal keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memeroleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami istri tidak berhasil memperoleh anak.
Hal ini sesuai dengan kaidah hukum fiqh Islam:
Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency). Padahal keadaan daruarat/terpaksa itu membolehkan melakukan hal-hal yang terlarang
Al Quran surat Al Israa ayat 70:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
“ Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka didaratan dan dilautan, kami beri rizki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan”. (QS. Al Israa:70)
Surat At Tin ayat 4:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS. At Tin:4)
Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan/istimewa sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri dan juga menghormati martabat sesama manusia. Sebaliknya inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya merendahkan harkat manusia (human dignity) sejajar dengan hewan yang diinseminasi.
Hadits Nabi:
“Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain)”. (HR. Abu Daud)
Pada zaman Imam-Imam mazhab masalah bayi tabung/inseminasi buatan belum timbul, sehingga kita tidak memperoleh fatwa hukumnya dari mereka. Menurut saya, hadits tersebut bisa menjadi dalil untuk mengharamkan inseminasi buatan dengan donor sperma/ovum.
Kaidah Hukum Fiqh Islam Yang Berbunyi:
“Menghindari mudharat (bahaya) harus didahulukan atas mencari/menarik maslahat/kebaikan”.
Kita dapat memaklumi bahwa inseminasi buatan/bayi tabung dengan donor sperma dan atau ovum lebih mendatangkan mudharatnya daripada maslahatnya. Maslahatnya adalah bisa membatu pasangan suami istri yang keduanya atau salah satunya mandul atau hambatan alami pada suami dan istri yang menghalangi bertemunya sel sperma dengan sel telur. Misalnya karena saluran telurnya (tuba palupi) terlalu sempit atau enjakulasinya (pancaran sperma) terlalu lemah. Namun, mafsadah inseminasi buatan/bayi tabung itu jauh lebih besar, antara lain sebagai berikut:
a.  Pancaran nasab, padahal Islam sangat menjaga kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena ada kaitannya dengan ke-mahram-an (siapa yang halal dan siapa yang haram dikawini) dan kewarisan.
b.   Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam
c.   Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi/zina, karena terjadi percampuran sperma dengan ovum tanpa perkawinan yang sah
d.   Kehadiran anak hasil inseminasi buatan bisa menjadi sumber konflik didalam rumah tangga, terutama bayi tabung dengan bantuan donor merupakan anak yang sangat  unik yang bisa berbeda sekali bentuk dan sifat-sifat fisik dan karakter/mental sianak dengan bapak ibunya
e.   Anak hasil inseminasi buatan/bayi tabung yang percampuran nasabnya terselubung dan sangat dirahasiakan donornya adalah lebih jelek daripada anak adopsi yang pada umumnya diketahui asal/nasabnya
f.     Bayi tabung lahir tanpa proses kasih sayang yang alami (natural), terutama bagi bayi tabung lewat ibu titilan yang harus menyerahkan bayinya kepada pasangan suami istri yang punya benihnya, sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan antara anak dan ibunya secara alami.
 Firman Allah:
“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu. Hanya kepadakulah kembalimu”
Para pembaca, mengenai status anak hasil  inseminasi dengan donor sperma/ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi. Dan kalau kita perrhatikan bunyi pasal 42 UU perkawinan no. 1/1974: “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.” Maka tampaknya memberikan pengertian bahwa bayi tabung/anak hasil inseminasi dengan bantuan donor dapat dipandang pula sebagai anak sah, karena ia pun lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
Asumsi menteri kesehatan bahwa masyarakat Indonesia termasuk kalangan agama nantinya bisa menerima bayi tabung seperti halnya KB. Namun perlu diingat bahwa kalangan agama bisa menerima KB karena perintah tidak memaksakan alat/cara KB yang bertentangan dengan agama, seperti sterilisasi, menstrual regulation dan abortus. Karena itu diharapkan pemerintah juga hanya mau mengizinkan praktek inseminasi/bayi tabung yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama, dalam hal ini islam melarang sama sekali percampuran nasab dengan perantaraan sperma atau ovum donor.
Kesimpulan Dan Harapan
Dari uraian-uraian di atas, dapatkah disampaikan kesimpulan dan saran sebagai berikut:
  • Inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya kedalam rahim wanita lain (ibu titilan) diperbolehkan Islam, jika keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukannya (ada hajat, jadi bukan untuk kelinci percobaan atau main-main). Dan status anak hasil inseminasi macam ini sah menurut Islam
  • Inseminasi buatan dengan sperma/ovum donor diharamkan (dilarang keras) Islam. Hukumnya sama dengan zina dan anak yang lahir dari hasil  inseminasi macam ini, bayitabung ini statusnya sama dengan anak yang lahir diluar perkawinan yang sah.
  • Pemerintah hendaknya melarang berdirinya Bank Nuthfah/sperma dan Bank Ovum untuk pembuatan bayi tabung, karena selain bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, juga bertentangan dengan norma agama dan moral, serta merendahkan harkat manusia sejajar dengan hewan yang diinseminasi tanpa perlu adanya perkawinan.
  • Pemerintah hendaknya hanya mengizinkan dan melayani permintaan bayi tabung dengan sel sperma/ovum suami istri bersangkutan tanpa ditransfer kedalam rahim wanita lain (ibu titilan), dan pemerintah hendaknya juga melarang keras dengan sanksi-sanksi hukumannya kepada dokter dan siapa saja yang melakukan inseminasi buatan pada manusia dengan sperma/ovum donor.

Tidak ada komentar: