BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan
merupakan sarana mutlak yang dipergunakan untuk mewujudkan masyarakat
madani yang mampu menguasai, mengembangkan, mengendalikan dan
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Output pendidikan belum
mampu berjalan seimbang dengan tuntutan zaman, hal ini disebabkan
minimnya penguasaan terhadap disiplin ilmu yang diperoleh melalui proses
pendidikan. Keadaan ini menjadi tantangan bagi para pendidik untuk
mempersiapkan peserta didiknya dalam memasuki masa depan.
Ujian
(Akhir) Nasional UN selama ini diperlakukan semacam upacara ritual
tahunan tanpa memberikan pengaruh berarti terhadap upaya dan pengelola
serta pelaksanaan pendidikan pada tingkat sekolah untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas pendidikan. Meskipun praktik ujian akhir dapat
digunakan untuk memenuhi kualitas pendidikan namun pada umumnya sering
bertentangan dengan kenyataan.. Sebagaimana diketahui bahwa realitas
pendidikan di Tanah Air sangat beragam, baik itu sarana-prasarana
pendidikan, sumber daya guru, dan school leadership. Kualitas pendidikan
yang begitu lebar sebagai akibat dari keterbatasan kemampuan pengelola
pendidikan pada tingkat pusat, daerah, dan sekolah semakin menguatkan
tuduhan masyarakat selama ini bahwa penggunaan instrumen UN untuk
menentukan kelulusan (sertifikasi) dan seleksi berpotensi melanggar
keadilan dalam tes. (www.kompas.com).
Aktivitas belajar bagi
setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar.
Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat
menangkap apa yang dipelajari dan terkadang juga teramat sulit. Dalam
hal semangat terkadang semangat tinggi, tetapi juga terkadang sulit
untuk mengadakan konsentrasi.
Demikian kenyataan yang sering kita
jumpai pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam
kaitannya dengan aktivitas belajar. Setiap individu memang tidak ada
yang sama, perbedaan individual ini yang menyebabkan perbedaan tingkah
laku belajar di kalangan anak didik. Dalam keadaan dimana anak didik
atau siswa tidak dapat belajar sebagai mana mestinya, itulah yang
dinamakan kesulitan belajar.
Masalah-masalah pendidikan secara
terinci yang kerap kali dihadapi peserta didik antara lain ialah pada
awal sekolah, mereka kerap menghadapi kesulitan menyesuaikan diri dengan
pelajaran, para guru, tata tertib sekolah, lingkungan sekolah dan
sebagainya. Dalam proses menjalani program disekolah peserta didik tidak
jarang menghadapi kesulitan berupa keraguan memilih bidang studi yang
sesuai, memilih mata pelajaran yang cocok. Pada tahun-tahun terakhir
mereka dalam suatu sekolah sering kali menghadapi kesulitan-kesulitan
berupa konflik dalam pilihan sekolah lanjutan, memilih tempat bimbingan
tes yang memadai. ( Abu Ahmadi, 1991: 107-108).
Tingginya
minat siswa-siswi sekolah formal mengikuti bimbingan belajar merupakan
simbol ketidakpercayaan siswa dan orangtua siswa terhadap proses
pembelajaran di sekolah formal. Karenanya, sekolah harus memperbaiki
pelayanannya kepada siswa untuk mengembalikan kepercayaan.
Pengamat
pendidikan yang juga seorang pendidik, St Kartono, mengungkapkan dengan
mengikuti bimbingan belajar berarti siswa maupun orangtua siswa yang
mengirimkan anak mereka untuk mengikuti bimbingan belajar cenderung
tidak percaya bahwa pembelajaran di sekolah mampu membawa anak mereka
bisa lebih berprestasi. Hal itu jelas sangat disayangkan karena beban
biaya pendidikan antara lain melalui biaya sumbangan pendidikan yang
ditanggung orangtua siswa semakin tinggi, sementara peningkatan mutu
yang didengung-dengungkan pihak sekolah tidak dapat dibuktikan hasilnya.
Siswa yang ikut bimbingan belajar kebanyakan justru dari
sekolah-sekolah yang favorit yang kemampuan akademiknya justru relatif
baik. Ini berarti sekolah gagal meningkatkan mutu mereka. Itu adalah
simbol ketidak percayaan terhadap sekolah, akhirnya siswa mengikuti
bimbingan belajar agar tetap dapat menjaga prestasi mereka melalui
materi yang diberikan bimbingan belajar dengan metode-metode baru. Guru
dan sekolah harus bisa mengoreksi cara pembelajaran mereka agar bisa
menyenangkan dan memberi layanan pendidikan yang baik sehingga hak siswa
tidak tertinggal. Sekolah-sekolah favorit banyak berbicara tentang
peningkatan mutu pendidikan dan membebankan hal itu kepada orangtua.
Maka mereka harus konsekuen dan bisa memberikan pelayanan pendidikan
secara optimal. Karena itulah lembaga bimbingan belajar dengan jeli
memanfaatkan peluang dengan memberikan pelayanan pada siswa apa yang
tidak bisa diberikan kepada sekolah.
Menurut Yaya Karyana, Direktur
Utama Pusat Klinik Pendidikan Indonesia, lembaga pendidikan belajar
lebih inovatif dalam soal proses pembelajaran. Ia memberikan contoh
pendidikan berbasis teknologi informasi telah lebih dulu dikembangkan
bimbingan belajar daripada sekolah formal. ( www.primagama.co.id)
Berbagai
cara ditempuh pengelola LBB (Lembaga Bimbingan Belajar) untuk menarik
calon siswa. Apalagi mendekati masa kelulusan siswa SD, SMP dan SMA,
makin besar saja promosi yang dilakukan. Mulai dari menyebar brosur yang
memuat jumlah siswa tahun tertentu yang diterima pada sekolah favorit,
memberi jaminan dengan pencapaian skor tertentu pasti bisa di program
studi tertentu, hingga memajang foto orang yang diketahui duduk di
kepanitiaan SPMB.
Masuk LBB para pelajar biasa menyebut bimbel
(bimbingan belajar) memang menjadi tren sejak pertengahan tahun 1990-an.
Dari zaman sebelum tahun 1990, saat bimbingan belajar Siky Mulyono
mulai dikenal karena begitu agresif memperkenalkan lembaganya sebagai
tempat bimbingan belajar yang berhasil membawa peserta kursus masuk ke
sekolah favorit, promosi yang dilakukan memang luar biasa. Pengelola
bisnis kursus pelajaran sekolah tersebut tahu benar masalah yang satu
ini. Mulai dari tidak pede (percaya diri)-nya para orang tua terhadap
pelajaran disekolah.
Benarkah peran LBB begitu besar dalam mengasah
kemampuan anak terutama agar lolos ujian masuk sekolah favorit,
bagaimana dengan janji peserta pasti lulus tes jika ia mampu mencapai
skor tertentu saat try oud.
Prof Dr Soesmalijah Soewondo berkata,
bohong jika mereka sampai memberikan jaminan semacam itu. Prof Toemin
secara tegas juga menyatakan tidak setuju dengan iming-iming seperti
itu. Saya tidak percaya sistem drill di bimbingan belajar, biarpun
setahun penuh akan meningkatkan kemampuan siswa sehingga sukses
mengerjakan soal ujian masuk sekolah. Kemampuan memahami persoalan tak
akan terasah dengan cara drill, baik itu yang diadakan di
sekolah-sekolah tertentu (biasanya unggulan) maupun di LBB.
Perkembangan
bisnis LBB tampaknya tak lepas dari menurunnya kepercayaan masyarakat
terhadap pendidikan formal. Orang tua merasa tidak puas terhadap
kemampuan yang dicapai anaknya dari belajar di sekolah. Namun apakah
dengan bimbingan belajar prestasi siswa akan lebih baik? Bimbingan
belajar, lanjut Toemin, hanya dibutuhkan oleh mereka yang malas belajar.
Pada pokoknya, belajar tak bisa dengan cara instant karena dengan
belajar secara instans tak akan bisa memahami ilmunya, karena pemahaman
itu terjadi lewat proses pembelajaran secara terus
menerus.(www.kompas.com).
Dengan latar belakang bahwa dengan adanya
penetapan nilai minimal kelulusan peserta didik yang ditentukan oleh
pemerintah, dengan demikian para orang tua serta siswa merasa perlu
menambah jam belajar di luar jam belajar di sekolah formal.
Dari
latar belakang diatas, masalah bimbingan belajar terhadap prestasi siswa
yang terjadi diluar sekolah, masih perlu diteliti. Dengan demikian
penulis ingin meneliti Apakah bimbingan belajar tersebut bisa
meningkatkan prestasi siswa disekolah atau tidak. Dengan demikian
penulis berminat melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Bimbingan
Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa di SMP Negeri 8 Yogyakarta”.
Free download Klik Disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar